Masyarakat Banten, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah Serang dan sekitarnya menyebut Uang dengan kata Picis, sering kita mendengar
mereka bilang “ weh lagi ore due picis kien” “utang picis kuh..” dsb.. bukan
tanpa sebab, berikut asal mula kata Picis
berasal.
Berdasarkan hasil penelitian arkeologi tahun 1976 yang menemukan beberapa mata uang berbahan timah tipis yang dapat diidentifikasikan sebagai mata-uang logam yang bertuliskan huruf Arab
berbahasa Jawa "Pangeran Ratu ing Banten" adalah mata uang yang
dikeluarkan oleh Sultan Banten.
Hal tersebut mengacu pada simbol dan gelar bagi Sultan Banten diantaranya
Maulana Muhammad yang bergelar Pangeran Ratu ing Banten yang memerintah Kesultanan Banten pada tahun 1580 sampai dengan tahun 1596. Menurut Willem Lodewyksz, pada tahun 1596 ada
tiga buah pasar yang ada di Banten berfungsi sebagai pusat perdagangan lokal
dan perdagangan internasional yang sangat pesat. Di antara para pedagang asing
yang datang di Banten ialah orang-orang Cina, menyusul pedagang Portugis,
Belanda, Inggris dan Prancis. Mereka membawa barang dagangan yang terdiri dari
pakaian tenun yang biasa dibawa oleh pedagang Eropa lainnya (Tjandrasasmita,
1976:227).
Mata uang logam Cina yang pernah ditemukan de Houtman dan Kaizer adalah
berupa uang tembaga yang disebut caixe, yang telah beredar di Banten (van
Lischoten, 1910:78). Peranan mata uang picis, real dan uang chi'en yang terbuat
dari tembaga, ternyata uang chi'en-lah yang lebih tinggi harganya di Banten,
jika dibandingkan dengan mata uang lainnya (Rouffer, 1915:122). Mata uang Cina
sebagai mata uang asing masuk pertama kali di Banten yakni pada tahun 1590,
saat mana raja Cina, Hammion, membuka kembali peredaran mata uang Cina di luar
negeri setelah dua puluh tahun menutup kemungkinan karena khawatir akan adanya
inflasi di negaranya.
Untuk memberikan gambaran nilai sebuah mata uang, kami uraikan sebagai berikut:
Harga uang picis dapat kita lihat dalam perbandingan:
1 atak = 200 picis 1 bungkus = 10000 picis
1 peku = 1000 picis 1 keti = 100000 picis.
Hal tersebut berarti bahwa saat itu uang picis adalah lebih rendah jika
dibanding harga mata uang logam lainnya (van Ansooy, 1979:37). Sebagai contoh
dalam menentukan harga dari seorang budak per hari dapat disewa dan harus setor
pada majikannya sebesar 1000 picis (1 peku), berikut makan 200 picis. Harga
makanan untuk orang Barat per hari menghabiskan rata-rata 1 atak (Fruin Mees, 1920:44).
Di Banten bagi seorang yang berani membunuh pencuri akan mendapat hadiah dari
Sultan sebesar 8 peku (Keuning, 1938:888). Adapun harga seekor ayam di Mataram
pada tahun 1625 rata-rata 1 peku (Macleod, 1927:289). Menurut orang Cina di
Banten, dari hasil pembelian 8 karung lada dari pengunungan seharga 1 keti dan
dijualnya ke pasar Karangantu seharga 4 keti, kejadian tersebut tercatat pada
tahun 1596 (Commelin, 1646:76).
Harga pasaran tidak selalu stabil seperti yang diharapkan, permasalahannya
ialah akibat nilai harga picis yang sulit untuk bertahan lama. Seperti terjadi
pada tahun 1613, ada perubahan nilai pecco yang secara drastis terpaksa harus
turun, tercatat 34 dan 35 peccoes = 1 real; ini berarti pula pengaruh uang
asing yang masuk ke Banten dapat mempengaruhi stabilitas pasar di Karangantu
saat itu.
Pada tahun 1618, J.P. Coen merasa tidak senang dengan turunnya nilai mata uang
picis di Jawa, bahkan tercatat sejak tahun 1596 di Sumatra pun telah mengalami
kemerosotan nilai tukar uang picis sampai dengan 1 : 8,500 (Mollema, 1935:211).
Rupanya percaturan politik ekonomi di Asia Tenggara, dari kehadiran beberapa
mata uang di pasaran bebas, Banten memegang peranan penting dalam penentuan
standar harga barang dan nilai mata uang pada saat itu, dengan bersandarnya
beberapa perahu Cina yang bermuatan lada dari Jambi untuk di perjualbelikan di
Banten (F. van Anrooy, 1979:40). Variabilitas jenis mata uang yang beredar pada
satu wilayah ekonomi, memperlihatkan sistem moneter dari administrasi politik
yang bersangkutan. Nilai nominal yang terkandung pada mata uang (kertas, logam,
atau lainnya), memberikan informasi mengenai satuan nilai mata uang sebagai
alat pembayaran yang sah, sedangkan pada logam, nilai intriksiknya adalah pada
nilai logamnya (tembaga, timah, perak, suasa atau emas). Kegunaan penemuan mata
uang pada berbagai situs, secara arkeologis dapat membantu
(1) kronologi situs,
(2) jenis mata uang yang berlaku,
(3) batas-batas peredaran mata uang yang
dimaksud, serta
(4) satuan nilai yang ditetapkan.
Penelitian dan penggalian di Banten, ditemukan 4 jenis mata uang logam, yakni mata uang logam
1. Banten,
2. Belanda,
3. Inggris, dan
4. Cina.
Mata uang Banten terdiri dari dua tipe, yakni (1)
bertera tulisan Jawa, berlubang segi enam, diameter antara 2,10-3,10 cm, tebal
0,05-0,20 cm, diameter lubang 0,40-0,60 cm, dan terbuat dari perunggu, (2)
bertera tulisan Arab, berbentuk bulat berlubang bulat, diameter 1,90-2,40 cm,
tebal 0,05-0,16 cm, diameter lubang 0,60-1,20 cm, terbuat dari timah. Dari
lubang-lubang ekskavasi di Surosowan, dapat dikumpulkan 242 keping uang Banten.
Mata uang Belanda di Banten ditemukan lebih bervariasi jenisnya (8 jenis) yang
dapat dibedakan dari tahun terbitnya yang terletak di bawah monogram. Salah
satu sisi mata uang berlambang propinsi- propinsi Belanda yang mengeluarkan
mata uang masing-masing, kecuali sebuah di antaranya bertuliskan Java 1807.
Sisi lain dari tiap mata uang biasanya berlambang VOC atau Nederl. Indie. Mata
uang Belanda di Banten berpenanggalan 1731 - 1816. Dari lubang- lubang
ekskavasi di Surosowan diperoleh 164 keping mata uang logam Belanda/VOC
(Widiyono, 1986: 335). Bentuk mata uang logam Inggris (EIC) hampir sama dengan
bentuk mata uang logam Belanda/VOC, terutama dari ukuran dan bahan. Mata uang
Inggris di Banten hanya ditemukan satu tipe dengan dua variasi. Pada satu sisi
berlambang perisai berbentuk hati terbagi dalam 4 bagian oleh garis menyilang,
yang masing-masing bagian tersusun satu huruf yang keseluruhannya berbunyi
VEIC. Sebuah pada sisi lainnya bertera tulisan Arab dan sebuah lagi bertera gambar
timbangan. Dari lubang ekskavasi Surasowan ditemukan 6 keping mata uang
Inggris.
Pada salah satu sisi mata uang Cina terdapat tulisan Cina yaitu: YUNG CHENG
T'UNG PAO = Coinage of Stable Peace, yang berarti pembuatan mata uang untuk
kestabilan dan perdamaian. Sedang pada tulisan sebaliknya diketahui sebagai
huruf Manchu yang belum dapat dikenali artinya. Mata uang Cina tersebut
berbentuk bulat berlubang segi empat, diameter 2,25-2,80 cm, tebal 0,10-0,18 cm
dan diameter lubang 0,45-0,60 cm. Jenis ini ditemukan di lubang ekskavasi
Surosowan sebanyak 25 keping. Penelitian sebaran mata uang logam di Banten
diarahkan pada ruang-ruang di dalam dan di luar benteng. Dari 437 keping mata
uang logam yang ditemukan di eksekavasi, 92 ditemukan di luar benteng dan 345
dari dalam benteng Surosowan. Homogenitas ruang penelitian (hanya di sekitar
Surosowan), serta jumlah koleksi hasil penelitian yang sangat tidak seimbang
dengan aktivitas ekonomi Banten sebagai pusat politik, ekonomi dan perdagangan,
berdampak pada terbatasnya lingkup penafsiran dari kehadiran mata uang logam
sebagai data arkeologi di Banten
Semua tulisan disadur dengan beberapa suntingan redaksional yang berasal dari :
Sumber: perpustakaanhalwany.blogspot.com