Solo
Berangka Tahun 1727
P. 54 cm, D. 8 cm, K. 2 cm
Diperoleh tahun 1983
Koleksi Museum Nasional Indonesia
Deskripsi fisik:
Bentuk meriam ini bumbung. Terdiri dari bagian pangkal,
tengah, dan ujung. Pada bagian pangkal terdapat bonggol, lubang pengapian, dan
pegangan berbentuk kuda laut. Bonggol berbentuk seperti jamur merang. Pangkal
dengan hiasan kelopak daun empat lembar dan tiga buah gelang menjadi satu.
Diatas lubang meriam tertulis Anno 1727 diapit gelang yang sama. Bagian tengah tedapat sebuah lambang berbentuk bulat
telur, di dalamnya terdapat simbol bendera-bendera,senjata-senjata dan perisai dua
buah dalam bentuk ikan dan tiga buah gelang. Bagian ujung batang dengan hiasan
daun bunga. Moncong bulat dengan sulut sebuah gelang seperti pola pada meriam yang
lain.
Fungsi Koleksi :
Meriam dengan ukuran kecil ini biasanya digunakan untuk
upacara atau pemberian mas kawin. Dalam istana kerajaan atau kesultanan, biasanya
dibunyikan pada saat upacara seperti pengangkatan atau penggantian seorang raja
dan menerima tamu agung Istana.
Uraian Koleksi :
Meriam adalah senjata untuk menembak jarak jauh. Pada
mulanya, meriam dibuat dari lempengan-lempengan besi yang disusun dan diikat.
Dalam perkembangan selanjutnya, meriam dibuat dengan menggunakan teknik cor
logam.
Selain sebagai senapan, meriam termasuk jenis senajata
api yang menggunakan serbuk mesiu. Meriam pada masa itu merupakan peralatan
perang yang utama yang digunakan di kapal laut, benteng, maupun pada saat
pertempuran di darat. Meriam menjadi senjata andalan bangsa Eropa. Oleh karena
itu, ekspedisi-ekspedisi bangsa Eropa senantiasa dilengkapi dengan senjata
tersebut. Contohnya, kapal “Holandia” dan “Mautius” yang merupakan armada
ekspedisi Cornelis de Houtman yang membawa 20 buah meriam (Hanna, 1988: 9).
Kekuatan angkatan perang bangsa Eropa yang ditunjang oleh
peralatan perang yang memadai, seperti meriam, menyebabkan raja-raja di
Indonesia berusaha untuk memiliki berbagai jenis meriam. Hal tersebut perlu
dilakukan untuk mempertahankan wilayahnya dari penguasaan bangsa asing.
Meriam-meriam itu diperoleh dengan cara membeli dari
negara-negara pembuat meriam, dari hasil rampasan perang, dan dengan membuat
sendiri. Mulai abad ke-17 dan sesudahnya, meriam telah dibuat di Indonesia.
Daerah pembuatan meriam tersebut, yakni Jepara dan Surakarta. Kepandaian
membuat meriam diperoleh dari bangsa Portugis. Ketika terjadi perselisihan
antara VOC dengan raja-raja di Indonesia, mereka meminta bantuan senjata kepada
Portugis. Portugis tidak hanya membantu menyediakan persenjataan, melainkan
juga mengajarkan cara mengecor logam untuk dijadikan senjata, meriam.
Meriam Mangkunegoro ini berukuran kecil panjangnya 54 cm
dengan kaliber 2 cm. Bentuk meriam semacam itu dinamakan meriam lela, yang
biasanya digunakan untuk upacara dan melamar calon pengantin (meriam digunakan
sebagai mas kawin); dan kematian seorang terkenal, dsb.
Ragam hias binatang biasanya menggunakan hiasan binatang
yang mengandung arti atau melambangkan kekeuatan magis tertentu. Misalnya
bentuk singa, naga, kuda laut, buaya dan lain-lain. Dengan menggunakan hiasan
singa, naga ataupun buaya dimaksudkan agar senjata tersebut mempunyai kekuatan
seperti binatang-binatang itu dan dapat menang dalam menghadapi lawan. Menurut
Welken, binatang-binatang besar artinya dalam kepercayaan rakyat tidak saja di
Indonesia tetapi juga di kepulauan-kepulauan yang lain di lautan Teduh Selatan
maupun daerah-daerah lainnya.
Pemakaian hiasan binatang ini misalnya ditemukan pada
tangkai atau pegangan meriam yang dibuat dan dibentuk seperti naga ataupun kuda
laut. Gambar-gambar binatang lainnya diukir pada bagian pangkal ataupun tengah
meriam. Beberapa diantaranya ada pula meriam yang secara keseluruhan dibuat
dalam bentuktiruan seekor ular naga dengan hiasan yang sangat menarik. Meriam
semacam ini digunakan untuk upacara ataupun pemberian mas kawin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar